Masa-masa liburan menjadi masa yang paling ditunggu-tunggu oleh kita semua, baik pelajar, mahasiswa, maupun pekerja. Periode libur ini dijadikan sebagai sarana refreshing dan persiapan untuk menempuh periode berikutnya. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa dengan berlibur setidaknya kita bisa menghilangkan stres, mengurangi aktivitas fisik dan intelektual, tuntutan sosial, dan pemulihan fisik maupun psikologis (Bretones, 2017). Sayangnya, terkadang saat liburan gak kerasa banget cepet habisnya tiba-tiba udah mau masuk aja lagi. Ada yang relate gak nih? Nah dalam psikologi fenomena tersebut dikenal dengan istilah Post-Holiday Blues. Apa itu Post-Holiday Blues dan bagaimana hal itu terjadi? Yuk simak lebih lanjut!
0 Comments
Dalam dunia hiburan, keseharian seorang seorang selebritis tentu tak lepas dari sorotan khususnya oleh para penggemar. Sejumlah penelitian nyatanya menemukan bahwa hal tersebut dapat meningkatkan kedekatan penggemar kepada selebriti tersebut sekalipun belum pernah bertemu secara langsung (Astagini et al., 2017). Dalam dunia psikologi, hal ini ternyata dapat dijelaskan dalam konsep "Interaksi Parasosial". Apa sih sebenarnya interaksi parasosial itu? Bagaimana keterkaitan interaksi parasosial dengan perilaku kita terhadap idola? Yuk simak lebih lanjut!
Cecep dan Heru adalah seorang mahasiswa semester akhir. Beberapa pekan lagi mereka akan menghadapi ujian kelayakan. Mereka harus mempresentasikan proposal skripsi mereka di hadapan dosen penguji. Baik Cecep maupun Heru sama-sama merasa dihantui oleh tanggal presentasi tersebut. Oleh karena itu, Cecep kemudian mempersiapkan diri sebaik mungkin. Dia membaca ulang proposal skripsi dan mendesain ulang powerpoint-nya. Hasilnya, Cecep mampu menunjukkan performa terbaik di presentasinya. Sayangnya, di sisi lain Heru tidak mampu mempersiapkan diri. Akibatnya presentasi Heru tidak optimal dan mendapatkan banyak kritik dari dosen penguji. Heru masih saja merasa tertekan apabila teringat presentasinya hari itu meski kini telah lewat beberapa pekan.
Psychological Well-being dan Subjective Well-being: Sama-sama Tentang Kebahagian, Lalu Apa Bedanya?11/9/2021 Belakangan ini kata “well-being” sering banget digemakan. Hampir seluruh platform yang punya concern di lingkup psikologi pasti pernah membahas atau menyinggungnya. Terlebih, banyak yang menyatakan bahwa situasi pandemi memiliki dampak yang erat dengan tingkat well-being individu. Terbukti dengan munculnya beberapa topik penelitian yang mengaitkan well-being dengan berbagai kondisi kehidupan, seperti pekerja, pelajar, dan bagaimana peran ibu dalam menghadapi tantangan pandemi ini. Lantas, apa arti dari well-being itu sendiri?
Pernahkah kalian ikut merasa marah atau sedih ketika mendengarkan curhatan teman kalian? atau ikut merasa benci dengan joo dan te di drama penthouse walaupun kalian hanya melihat aksi jahatnya di televisi? atau mungkin sebagai caregiver seseorang dengan pikiran bunuh diri membuat kalian lebih juga ikut merasakan perasaan putus asa?
Tapi bagaimana hal itu bisa terjadi? Seperti yang dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang kesehatan jiwa, negara Indonesia telah menjamin kesejahteraan hidup semua warga negaranya dengan mendapatkan pelayanan kesehatan. Dalam keadaan ini, pelayanan kesehatan mental memiliki peran yang cukup besar bagi negara kita. Mengapa demikian?
Beberapa minggu terakhir mungkin media-media kita banyak dihiasi dengan pemberitaan tentang Olimpiade Tokyo 2020. Walaupun penyelenggaraannya ditunda setahun, tidak menjadikan antusias masyarakat global berkurang.
Apakah kamu salah satu penggemar tayangan serial yang diproduksi oleh Korea Selatan? Bagi para pengikut K-Drama (singkatan untuk Korean Drama), kamu mungkin tidak asing dengan salah satu drama terbaru dari tvN dengan tajuk “Mouse”. Drama yang tayang sejak 3 Maret hingga 20 Mei 2021 di saluran kabel ternama Korea Selatan ini mengangkat genre crime thriller, suspense, mystery, dan sci-fi. Dari genrenya saja, kita bisa bayangkan betapa “gelapnya” drama yang dibintangi oleh Lee Seung-gi ini. Di antara banyaknya plot twist dan adegan berdarah yang menguras otak dan emosi, drama ini pada dasarnya berporos pada satu topik: psikopat.
Dalam survei yang dilakukan Philips di beberapa negara, sekitar 11.000 orang menjawab pertanyaan survei untuk mengetahui perilaku tidur mereka. Sejumlah 62% di antaranya mengatakan mereka tidak tidur dengan baik. Padahal, tidur dapat meningkatkan kreatifitas maupun produktifitas, serta mereset ulang energi kita agar segar dalam menjalani hari. Apakah kamu termasuk salah satu orang yang merasa kurang tidur? Mungkin mengenali chronotypes dapat membantumu!
|